Rabu, 29 Februari 2012

Gift..

Semua berawal dari keputusanku di hari Senin.. Sebuah keputusan yang aku ambil dengan cepat hingga akhirnya menempatkanku pada posisi layaknya dahulu sebelum semuanya berubah. Posisi yang selama ini seakan 'hilang' diterpa oleh segala kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang tidak diutarakan tetapi terjawab oleh waktu. Terima kasih Tuhan,, sungguh aku benar-benar merasa bersyukur atas apa yang terjadi. Engkau telah memberiku sebuah ujian yang membuat aku semakin 'terbuka' dan 'sadar' bahwa hidup tak selamanya indah. Kini, lambat laun Kau menyiramiku dengan berkah dan nikmat yang tiada terkira. Slowly but sure,, semua akan menjadi lebih baik.

Senin, 13 Februari 2012

Mother

Aku tidak pernah menulis tentang Ibu sebelumnya, tidak banyak ceritaku dengannya tetapi bukan berarti aku tidak punya cerita apapun. Beliau satu-satunya orang tua yang kupunya saat itu. Satu hal yang paling kuingat tentang Ibuku, beliau adalah sosok yang 'keras', jika aku boleh menuliskan itu. Beliau sangat sayang terhadap anak-anaknya, bahkan bisa kubilang terlalu sayang, bahkan ketika sang anak pergi untuk hal yang baik pun, beliau selalu khawatir. Hari belum juga malam, tetapi Ibu selalu menelpon hanya untuk menanyakan keberadaanku, itulah yang selalu dilakukannya saat aku masih tinggal bersamanya dulu. Bahkan ketika hari semakin larut dan aku belum juga pulang, beliau lagi-lagi menelponku hanya untuk menanyakan jam berapa aku akan pulang. Begitulah Ibuku, sosok yang selama ini berusaha untuk membuatku bahagia tetapi aku justru sering menghiraukannya. Aku tidak pernah 'curhat' dengan Ibuku, yang kulakukan selama ini hanyalah sharing atas keseharianku. Bisa dibilang, beliau tidak pernah tahu aku menangis, down, stres, bahkan depresi. Aku memang berusaha menjadi sosok yang sangat 'tegar' di depan Ibuku, karena aku tidak ingin air mata Ibuku jatuh hanya karena permasalahan yang aku alami. Cuek, santai dan ceria, itulah gambaranku di mata Ibuku. Bahkan ketika Ayahku tiada pun, aku berusaha tetap tersenyum. Iya benar aku menangis, tetapi tidak seperti ketiga kakak perempuanku. Ibuku tidak tahu bahwa aku menangis di pojok kamar sendirian. Ibuku tidak tahu, selang beberapa bulan setelah Ayahku tiada, hatiku hancur hanya karena seorang lelaki. Ibuku juga tidak tahu tatkala beberapa lelaki mencoba mendekatiku kemudian menghempaskanku begitu saja seperti sebuah barang. Ibuku tidak tahu bahwa aku kerap dikecewakan oleh yang namanya 'love'. Aku masih ingat saat aku memulai karirku di dunia media, Ibu kerap menelponku hanya karena aku sering pulang malam. Bahkan saat aku pamit untuk ke Jakarta, Ibuku hanya terdiam. Aku tidak memohon izin, saat itu aku hanya bilang 'Upik hari Senin berangkat ke Jakarta'. Aku tahu jauh di lubuk hati Ibuku, beliau sangat berat melepasku, apalagi aku tidak pernah tinggal jauh dari orang tua. Jujur, saat itu dalam hatiku berkata, 'Kalau nggak sekarang pergi dari rumah ini, kapan lagi?' Aku masih ingat saat Ibuku menelponku untuk menanyakan kapan aku kembali ke Surabaya, aku langsung 'Upik nggak pulang, Upik stay disini aja Bundo, disini lebih enak'. Aku tahu jauh di lubuk hati Ibuku ada pertentangan, di satu sisi beliau senang melihatku betah tetapi di sisi lain beliau menginginkan aku kembali karena beliau berat melepasku. Lagi-lagi Ibuku menganggap bahwa aku sangat 'bahagia' disini. Memang benar aku bahagia, tetapi ada kalanya aku merasa 'benar-benar sendirian. Apalagi saat aku masuk ke dalam kamar kos dan mendapati hanya ada para bonekaku yang jelas-jelas benda mati. Aku pun juga tidak bisa share terhadap mereka. Lalu apa yang aku lakukan? aku mendengarkan musik, menulis atau menangis, hanya ada tiga pilihan. Aku bisa saja share sama dua sahabatku, tetapi mereka mungkin juga lelah menghadapi orang sepertiku. Apalagi di tahun 2012 ini, ingin rasanya setiap kali Ibuku menelponku, aku ingin cerita semua yang kurasakan, tetapi lagi-lagi aku tidak bisa. Ibu, sejujurnya dua bulan ini adalah bulan-bulan terberat bagiku. This is the weaknes moment after dad's death and i still cant go on or move on. Aku tidak bisa mendeskripsikan bagaimana 'kesendirian' yang aku rasakan sekarang. Suara ceriaku di telepon hanyalah sebuah kamuflase, aku tidak ingin Ibuku memikirkanku. Aku tahu dan paham benar banyaknya beban yang harus dipikul Ibuku saat ini. Sekalipun aku belum menjadi seorang Ibu, tetapi aku tahu perasaan seorang Ibu. Aku hanya tidak ingin menambah beban Ibuku, biarlah aku menjadi sosok yang kuat di mata Ibuku sekalipun sebenarnya aku sangat lemah. Ibu, maafkan aku. Bukannya aku tidak mau cerita banyak denganmu, tetapi entahlah aku lebih suka menyimpannya sendiri tidak untuk di'share'kan kepada keluarga. Tetapi Ibu, tidak semua temanku tahu bahwa sebenarnya aku 'orang yang bermasalah' jika memang bisa dibilang begitu. Mereka pun terkadang menilaiku sama seperti penilaianmu kepadaku, cuek dan ceria. Ibu, maafkan aku karena kau selalu mencari tahu tentang diriku lewat teman-teman kuliahku. Aku ingat tatkala kuliah kau selalu mencariku lewat Irwan atau Citra karena saat itu aku memang belum punya handphone. Dan ketika kau ingin tahu bagaimana perkembangan kuliah dan skripsiku, kau pun menanyakannya pada mereka dan juga teman-teman lain. Mungkin kau hanya termangu saat mereka tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan. Maafkan aku Ibu, karena tidak pernah terbuka padamu. Mereka juga sebenarnya tidak tahu banyak tentangku. Ibu, entah kenapa tiba-tiba aku sangat merindukanmu. Walaupun aku jarang memeluk dan menciummu. Walaupun saat pulang ke Surabaya aku justru tidak menghabiskan waktuku bersamamu. Tetapi, perlu kau tahu, aku sayang padamu Ibuku. Beginilah caraku menyanyangimu, dengan menjadi seorang yang tegar, kuat, ceria di matamu. Aku harap itu sudah membuatmu bahagia. Insyaallah sampai aku mati aku tidak akan menyusahkanmu. Sekalipun aku memiliki 'masalah', aku akan menyelesaikannya sendiri, seperti yang aku lakukan selama. I promise I'll be just fine Mother, and i pray that God will always protects you. Thanks Mother, for everything, for being a father and also a mother for almost 6 years.

Selasa, 07 Februari 2012

teenage dream?? no...

My teen life wasn't like most teenage had.. I created a world to live in.. I lived there for years.. I found the 'shadow happiness' in it.. I have my imaginary friends n brothers..i was just on my own.. Now,, i live in a real world n become 'different'..

twilight

Sebuah senja di hari Selasa mengawali pembicaraan kita.. Pembicaraan singkat tetapi cukup berkesan,, karena sudah lama sekali kita tidak berbincang.. Aku harap kau baik-baik saja kawan.. :)

Sabtu, 04 Februari 2012

a letter for you

Dear Sahabat Tulisan ini aku tulis sebagai ungkapan hatiku atas apa yang terjadi akhir-akhir ini. Ingin rasanya aku menarik tanganmu hanya agar kita dapat ngobrol seperti dulu lagi, obrolan lepas tanpa beban dan terkadang diselingi dengan ledekan dan ejekan. Ada kalanya pula aku menangis dan kau hanya bisa menenangkanku dengan mengucap ‘sabar yah’. Begitu pula halnya saat kau merasa kesal dan lelah atas apa yang terjadi dalam hidupmu, aku pun juga hanya bisa mengucap ‘sabar yah’.Sesekali juga kau bercerita tentang impian-impian mulia yang ingin kau wujudkan, dan aku pun hanya bisa mengucap, ‘semangat yah’. Aku yakin kau akan bisa mewujudkan impian-impian itu kawan karena kau memang capable and talented. Tapi itu dulu, saat kau masih menganggapku ada di dunia ini. Saat kau masih sudi menyapaku dan mengajakku makan, atau mengajakku sholat. Sekarang semua sudah berubah yah? Dan perubahan itu terjadi sangat cepat. Jujur, aku masih belum terbiasa dengan perubahan ini. Aku masih saja sering menangis, mungkin aku terlalu lemah tapi aku pun juga belum bisa mencari jalan keluar. Ada apa denganmu kawan? Sehina itukah aku di matamu? Hingga kau pun tak sudi menatap mataku lagi, atau sekedar menyapaku. Bahkan kau jadikan aku objek ledekan dan sindiran jika kau sedang berkumpul dengan teman-teman lain. Itulah yang aku dengar kawan, dan kenapa kau harus bersikap seperti itu? Bukankah kita dulu terbiasa blak-blakan? dari depan dan belakang? kau sebenarnya tidak jauh dari posisiku saat ini. Hanya saja, situasi sekarang sudah membuatku sulit untuk ngobrol denganmu. Sampai kapan ini akan berlangsung yah? Selama ini aku mencoba untuk bersabar tetapi semakin lama jujur aku lelah. Ingin sekali bersikap sama sepertimu tapi aku tak bisa dan aku memang tidak mau. Hanya saja, aku memang mencoba untuk tidak langsung berbicara atau ngobrol denganmu, kecuali jika kau mengajak ngobrol terlebih dahulu. Bukan karena apa tetapi aku takut jika obrolanku membuatmu tidak nyaman. Maaf kawan... Yang bisa aku lakukan hanyalah berdoa agar kau selalu baik-baik saja. Dan aku hanya bisa ngobrol dengan bantuan bb,, itupun hanya sekedar memberimu semangat dan support. Aku nggak akan curhat2 lagi,, aku takut curhatanku mengganggumu. Maaf lagi yah.. Lebih baik aku kembali menulis ceritaku lewat buku,, setidaknya aku masih bisa share sekalipun hanya lewat buku. Sekarang aku hanya bisa berdoa situasi kembali kondusif dan kau pun akhirnya menyapaku kembali seperti biasa. Toh kita bukan anak kecil, menurutku hal ini juga tidak perlu terjadi terus menerus. No matter what happen,, no matter what they say.. You will always be my best friend.. 